Sabtu, 29 Oktober 2011

Mutu Ikan

Komoditas pangan secara umum mempunyai sifat mudah mengalami kerusakan (perisable). Demikian juga dengan ikan, ikan secara alami mengandung komponen gizi seperti lemak, protein, karbohidrat dan air yang sangat disukai oleh mikroba perusak sehingga ikan sangat mudah mengalami kerusakan bila disimpan pada suhu kamar.

A. Proses Penurunan Mutu 

Secara umum ikan diperdagangkan dalam keadaan sudah mati dan seringkali dalam keadaan masih hidup. Pada kondisi hidup tentu saja ikan dapat diperdagangkan dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya dalam kondisi mati ikan akan segera mengalami kemunduran mutu.

Segera setelah ikan mati, maka akan terjadi perubahan-perubahan yang mengarah kepada terjadinya pembusukan. Perubahan-perubahan tersebut terutama disebabkan adanya aktivitas enzim, kimiawi dan bakteri.

Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan merombak bagian-bagian tubuh ikan dan mengakibatkan perubahan rasa (flavor), bau (odor), rupa (appearance) dan tekstur (texture). Aktivitas kimiawi adalah terjadinya oksidasi lemak daging oleh oksigen. Oksigen yang terkandung dalam udara mengoksida lemak daging ikan dan menimbulkan bau tengik (rancid) .

Perubahan yang diakibatkan oleh bakteri dipicu oleh terjadinya kerusakan komponen-komponen dalam tubuh ikan oleh aktivitas enzim dan aktivitas kimia. Aktivitas kimia menghasilkan komponen yang yang lebih sederhana. Kondisi ini lebih disukai bakteri sehingga memicu pertumbuhan bakteri pada tubuh ikan.

Dalam kenyataannya proses kemunduran mutu berlangsung sangat kompleks. Satu dengan lainnya saling kait mengait, dan bekerja secara simultan. Untuk mencegah terjadinya kerusakan secara cepat, maka harus selalu dihindarkan terjadinya ketiga aktivitas secara bersamaan.

B. Perubahan-perubahan Ikan Setelah Ikan Mati

- Hyperaemia
Hyperaemia merupakan proses terlepasnya lendir dari kelenjar-kelenjar yang ada di dalam kulit. Proses selanjutnya membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir, akibat dari reaksi khas suatu organisme. Lendir tersebut terdiri dari gluko protein dan merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan bakteri.

- Rigor Mortis
Seperti terjadi pada daging sapi dan daging hewan lainnya, fase ini ditandai oleh mengejangnya tubuh ikan setelah mati. Kekejangan ini disebabkan alat-alat yang terdapat dalam tubuh ikan yang berkontraksi akibat adanya reaksi kimia yang dipengaruhi atau dikendalikan oleh enzim. Dalam keadaan seperti ini, ikan masih dikatakan sebagai segar.

- Autolysis
Fase ini terjadi setelah terjadinya fase rigor mortis. Pada fase ini ditandai ikan menjadi lemas kembali. Lembeknya daging Ikan disebabkan aktivitas enzim yang semakin meningkat sehingga terjadi pemecahan daging ikan yang selanjutnya menghasilkan substansi yang baik bagi pertumbuhan bakteri.

- Bacterial decomposition (dekomposisi oleh bakteri)
Pada fase ini bakteri terdapat dalam jumlah yang banyak sekali, sebagai akibat fase sebelumnya. Aksi bakteri ini mula-mula hampir bersamaan dengan autolysis, dan kemudian berjalan sejajar.

Bakteri menyebabkan ikan lebih rusak lagi, bila dibandingkan dengan autolisis.

Bakteri adalah jasad renik yang sangat kecil sekali, hanya dapat dilihat dengan mikroskop yang sangat kuat dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Jenis-jenis bakteri tersebut adalah: Pseudomonas, Proteus Achromobacter, Terratia, dan Elostridium.

Selama ikan masih dalam keadaan segar, bakteri-bakteri tersebut tidak mengganggu. Akan tetapi jika ikan mati, suhu badan ikan menjadi naik, mengakibatkan bakteri-bakteri tersebut segera menyerang. Segera terjadi pengrusakan jaringan-jaringan tubuh ikan, sehingga lama kelamaan akan terjadi perubahan komposisi daging. Mengakibatkan ikan menjadi busuk. Bagian-bagian tubuh ikan yang sering menjadi terget serangan bakteri adalah :

  • Seluruh permukaan tubuh,
  • Isi perut,
  • Insang.

Beberapa hal yang menyebabkan ikan mudah diserang oleh bakteri adalah sebagai berikut:
  • Ikan segar dan kerang-kerangan mengandung lebih banyak cairan dan sedikit lemak, jika dibanding dengan jenis daging lainnya. Akibatnya bakteri lebih mudah berkembang biak.
  • Struktur daging ikan dan kerang-kerangan tidak begitu sempurna susunannya, dibandingkan jenis daging lainnya. Kondisi ini memudahkan terjadinya penguraian bakteri.
  • Sesudah terjadi peristiwa rigor, ikan segar dan kerang-kerangan mudah bersifat alkaline/basa. Kondisi Ini memberikan lingkungan yang sesuai bagi bakteri untuk berkembang biak.

C. Penurunan mutu ikan oleh pengaruh fisik

Penurunan mutu ikan juga dapat terjadi oleh pengaruh fisik. Misal kerusakan oleh alat tangkap waktu ikan berada di dek, di atas kapal dan selama ikan disimpan di palka. Kerusakan yang dialami ikan secara fisik ini disebabkan karena penanganan yang kurang baik. Sehingga menyebabkan luka-luka pada badan ikan dan ikan menjadi lembek.

Hal-hal ini dapat disebabkan karena:
  • Ikan berada dalam jaring terlalu lama, misal dalam jaring trawl, penarikan trawl terlalu lama. Kondisi ini dapat menyebabkan kepala atau ekor menjadi luka atau patah.
  • Pemakian ganco atau sekop terlalu kasar, sehingga melukai badan ikan dan ikan dapat mengalami pendarahan.
  • Penyimpanan dalam palka terlalu lama.
  • Penanganan yang ceroboh sewaktu penyiangan, mengambil ikan dari jaring, sewaktu memasukkan ikan dalam palka, dan membongkar ikan dari palka.
  • Daging ikan juga akan lebih cepat menjadi lembek, bila kena sinar matahari.

D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penurunan Mutu Ikan

Cara Penangkapan
Ikan yang ditangkap dengan alat trawl, pole, line, dan sebaginya akan lebih baik keadaannya bila dibandingkan dengan yang ditangkap menggunakan ill-net dan long-line. Hal ini dikarenakan pada alat-alat yang pertama, ikan yang tertangkap segera ditarik di atas dek, sedangkan pada alat-alat yang kedua ikan yang tertangkap dan mati dibiarkan terendam agak lama di dalam air. Kondisi ini menyebabkan keadaan ikan sudah tidak segar sewaktu dinaikkan ke atas dek.

Reaksi Ikan Menghadapi Kematian
Ikan yang dalam hidupnya bergerak cepat, contoh tongkol, tenggiri, cucut, dan lain-lain, biasanya meronta keras bila terkena alat tangkap. Akibatnya banyak kehilangan tenaga, cepat mati, rigor mortis cepat terjadi dan cepat pula berakhir. Kondisi ini menyebabkan ikan cepat membusuk.

Berbeda dengan ikan bawal, ikan jenis ini tidak banyak memberi reaksi terhadap alat tangkap, bahkan kadang-kadang ia masih hidup ketika dinaikkan ke atas dek. Jadi masih mempunyai banyak simpanan tenaga. Akibatnya ikan lama memasuki rigor mortis dan lama pula dalam kondisi ini. Hal ini menyebabkan pembusukan berlangsung lambat.

Jenis dan Ukuran Ikan
Kecepatan pembusukan berbeda pada tiap jenis ikan, karena perbedaan komposisi kimia ikan. Ikan-ikan yang kecil membusuk lebih cepat dari pada ikan yang lebih besar.

Keadaan Fisik Sebelum Mati
Ikan dengan kondisi fisik lemah, misal ikan yang sakit, lapar atau habis bertelur lebih cepat membusuk.

Keadaan Cuaca
Keadaan udara yang panas berawan atau hujan, laut yang banyak bergelombang, mempercepat pembusukan.

Jumat, 28 Oktober 2011

sikap

perilaku - perilaku yang tidak benar atau jahat atau tidak bermoral
kelakuan buruk kenakalan , kejahatan
actus reus , perilaku yang salah , kesalahan , kesalahan - kegiatan yang melanggar hukum moral atau perdata, "ia membantah melakukan kesalahan"
kenakalan remaja , kenakalan - sebuah kejahatan antisosial yang melanggar hukum dengan anak di bawah umur
sembrono atau perilaku berbahaya yang menyebabkan ketidaknyamanan atau jengkel pada orang lain
cara bertindak bajingan - perilaku durhaka kekerasan
ketidakpantasan , ketidakpantasan , keakraban , kebebasan - suatu tindakan keintiman yang tidak semestinya
ketidakteraturan , kelainan - perilaku yang melanggar aturan atau tata krama atau adat atau moralitas
ketidaksenonohan , ketidakpantasan - suatu tindakan yang tidak senonoh atau tidak layak
dosa kecil , sembrono - sebuah kelakuan buruk kecil
infantilisme - perilaku kekanak-kanakan pada orang dewasa

Kamis, 27 Oktober 2011

SUKSESNYA ACARA KULIAH UMUM TPI DAN TMP

tak di sangka2 meski dengan persiapan yang seadanya dan budget ( anggaran ) yang seadanya dari patungan antar taruna, ternyata kuliah umum yang bertemakan " PELUANG DAN TANTANGAN USAHA PERIKANAN TANGAP ERA ABD KE-21 "  yang di selenggarakan kemarin ( Rabu, 26 Oktober 2011 ) dapat berjalan dengan lancar dan sukses, kami juga selaku jajaran panitia mengucpkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M. Sc. selaku dosen tamu, dan juga Dr. Tb. Haeru Rahayu. M. Sc. selaku kepala BAPPL STP Serang yang telah besedia untuk menyempatkan diri untuk datang ke acara kami, dan jajaran dosen BAPPL STP Serang, yang menyempatkan diri untuk hadir dalam acara tersebut. serta untuk rekan-rekan Corps Hantu Laut dan Bajak Laut, atas kerja samanya, akhirnya acara kita dapat terselenggarakan dengan SUCCES. dan selanjutnya pembagian sertifikat, tak lama lagi akan di bagikan tanpa terkecuali. Sukses untuk Corps Hantu Laut dan Bajak Laut, tetap Semangat dan Kompak selalu !!!

Senin, 24 Oktober 2011

Alat Tangkap Bubu dan Aplikasinya di Alor ( Flores )


A. Perngertian Bubu
Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang berupa jebakan, dan bersifat pasif. Bubu sering juga disebut perangkap “ traps “ dan penghadang “ guiding barriers “.
B. Jenis-jenis Bubu
Dalam operasionalnya, bubu terdiri dari tiga jenis, yaitu :
1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots) adalah bubu yang daerah operasionalnya berada di dasar perairan.
2. Bubu Apung (Floating Fish Pots) adalah bubu yang dalam operasional penangkapannya diapungkan.
3. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots) adalah bubu yang dalam operasional penangkapannya dihanyutkan.
Disamping ketiga bubu yang disebutkan di atas, terdapat beberapa jenis bubu yang lain seperti :
  1. Bubu Jermal merupakan perangkap pasang surut (tidal trap).
  1. Bubu Ambai disebut juga ambai benar, bubu tiang, termasuk pasang surut ukuran kecil.
  1. Bubu Apolo, hampir sama dengan bubu ambai, bedanya ia mempunyai 2 kantong, khusus
menangkap udang rebon.
c. Konstruksi Bubu
Bentuk bubu bervariasi. Ada yang seperti sangkar (cages), silinder (cylindrical),gendang, segitiga memanjang (kubus) atau segi banyak, bulat setengah lingkaran, dll. Bahan bubu umumnya dari anyaman bambu (bamboo`s splitting or-screen).
Secara umum, bubu terdiri dari bagian-bagian badan (body), mulut (funnel) atau ijeh, pintu.
Ø Badan (body), berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan terkurung.
Ø Mulut (funnel) berbentuk seperti corong, merupakan pintu dimana ikan dapat masuk tidak dapat keluar.
Ø Pintu, adalah bagian tempat pengambilan hasil tangkapan.
Bubu Dasar (Ground Fish Pots)
Untuk bubu dasar, ukuran bubu dasar bervariasi, menurut besar kecilnya yang dibuat menurut kebutuhan. Untuk bubu kecil, umumnya berukuran panjang 1m, lebar 50-75 cm, tinggi 25-30 cm. untuk bubu besar dapat mencapai ukuran panjang 3,5 m, lebar 2 m, tinggi 75-100 cm.
Bubu Apung (Floating Fish Pots)
Tipe bubu apung berbeda dengan bubu dasar. Bentuk bubu apung ini bisa silindris, bisa juga menyerupai kurung-kurung atau kantong yang disebut sero gantung. Bubu apung dilengkapi dengan pelampung dari bambu atau rakit bambu yang penggunaannya ada yang diletakkan tepat di bagian atasnya.
Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots)
Bubu hanyut atau “ pakaja “ termasuk bubu ukuran kecil, berbentuk silindris, panjang 0,75 m, diameter 0,4-0,5 m.
Bubu Jermal
Ukuran bubu jermal, panjang 10 m, diameter mulut 6 m, besar mata pada bagian badan 3 cm dan kantong 2 cm.
Bubu Ambai
Bubu ambai termasuk perangkap pasang surut berukuran kecil, panjang keseluruhan antara 7-7,5 m. bahan jaring terbuat dari nilon (polyfilament). Jaring ambai terdiri dari empat bagian menurut besar kecilnya mata jaring, yaitu bagian muka, tengah, belakang dan kantung. Mulut jaring ada yang berbentuk bulat, ada juga yang berbentuk empat persegi berukuran 2,6 x 4,7 m. pada kanan-kiri mulut terdapat gelang, terbuat dari rotan maupun besi yang jumlahnya 2-4 buah. Gelang- gelang tersebut dimasukkan dalam banyaknya jaring ambai dan dipasang melintang memotong jurusan arus. Satu deretan ambai terdiri dari 10-22 buah yang merupakan satu unit, bahkan ada yang mencapai 60-100 buah/unit.
Bubu Apolo
Bahan jaring dibuat dari benang nilon halus yang terdiri dari bagian-bagian mulut, badan, kaki dan kantung. Panjang jaring keseluruhan mencapai 11 m. Mulut jaring berbentuk empat persegi dengan lekukan bagian kiri dan kanan. Panjang badan 3,75 m, kaki 7,25 m dan lebar 0,60 m. pada ujubg kaki terdapat mestak yang selanjutnya diikuti oleh adanya dua kantung yang panjangnya 1,60 m dan lebar 0,60 m.
C. Hasil tangkapan Bubu
Bubu Dasar (Ground Fish Pots), Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang kualitas baik, seperti Kwe (Caranx spp), Baronang (Siganus spp), Kerapu (Epinephelus spp), Kakap ( Lutjanus spp), kakatua (Scarus spp), Ekor kuning (Caeslo spp), Ikan Kaji (Diagramma spp), Lencam (Lethrinus spp), udang penaeld, udang barong, kepiting, rajungan, dll.
Bubu Apung (Floating Fish Pots), Hasil tangkapan bubu apung adalah jenis-jenis ikan pelagik, seperti tembang, japuh, julung-julung, torani, kembung, selar, dll.
Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots), Hasil tangkapan bubu hanyut adalah ikan torani, ikan terbang (flying fish).
Bubu Ambai, Hasil tangkapan bubu ambai bervariasi menurut besar kecilnya mata jaring yang digunakan. Namun, pada umumnya hasil tangkapannya adalah jenis-jenis udang.
Bubu Apolo, Hasil tangkapan bubu apolo sama dengan hasil tangkapan dengan menggunakan bubu ambai, yakni jenis-jenis udang.
D. Daerah Penangkapan
Bubu Dasar (Ground Fish Pots), dalam operasi penangkapan, bubu dasar biasanya dilakukan di perairan karang atau diantara karang-karang atau bebatuan.
Bubu Apung (Floating Fish Pots), dalam operasi penangkapan, bubu apung dihubungkan dengan tali yang disesuaikan dengan kedalaman tali, yang biasanya dipasang pada kedalaman 1,5 kali dari kedalaman air.
Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots), alam operasi penangkapan, bubu hanyut ini sesuai dengan namanya yaitu dengan menghanyutkan ke dalam air.
Bubu Jermal dan Bubu Apolo, Dalam operasi penangkapan, kedua bubu di atas diletakkan pada daerah pasang surut (tidal trap). Umumnya dioperasikan di daerah perairan Sumatera.
Bubu Ambai, Lokasi penangkapan bubu ambai dilakukan antara 1-2 mil dari pantai.
E. Alat Bantu Penangkapan
Dalam operasi penangkapan, terdapat alat bantu penangkapan yang bertujuan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak. Alat bantu penangkapan tersebut antara lain :
· Umpan, diletakkan di dalam bubu yang akan dioperasikan. Umpan yang dibuat disesuaikan dengan jenis ikan ataupun udang yg menjadi tujuan penangkapan.
· Rumpon, berguna dalam pengumpulan ikan.
· Pelampung, membantu dalam pemasangan bubu, dengan tujuan agar memudahkan mengetahui tempat-tempat dimana bubu dipasang.
· Perahu, digunakan sebagai alat transportasi dari darat ke laut (daerah tempat pemasangan bubu).
· Katrol, membantu dalam pengangkatan bubu. Biasanya penggunaan katrol pada pengoperasian bubu jermal.
F.  Teknik Operasi (Sitting dan Hunting)
Bubu Dasar (Ground Fish Pots)
Dalam operasional penangkapannya bisa tunggal (umumnya bubu berukuran besar), bisa ganda (umumnya bubu berukuran kecil atau sedang) yang dalam pengoperasiannya dirangkai dengan tali panjang yang pada jarak tertentu diikatkan bubu tersebut. Bubu dipasang di daerah perairan karang atau diantara karang-karang atau bebatuan. Bubu dilengkapi dengan pelampung yang dihubungkan dengan tali panjang. Setelah bubu diletakkan di daerah operasi, bubu ditinggalkan, untuk  kemudian diambil 2-3 hari setelah dipasang, kadang hingga beberapa hari.
Bubu Apung (Floating Fish Pots)
Bubu apung dilengkapi pelampung dari bambu atau rakit bambu, dilabuh melalui tali panjang dan dihubungkan dengan jangkar. Panjang tali disesuaikan dengan  kedalaman air, umumnya 1,5 kali dari kedalaman air.
Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots)
Pada waktu penangkapan, bubu hanyut diatur dalam kelompok-kelompok yang kemudian dirangkaikan dengan kelompok-kelompok berikutnya sehingga jumlahnya menjadi banyak, antara 20-30 buah, tergantung besar kecil perahu/kapal yang akan
digunakan dalam penangkapan.
Operasi penangkapan dilakukan sebagai berikut :
  1. Pada sekeliling bubu diikatkan rumput laut.
  2. Bubu disusun dalam 3 kelompok yang saling berhubungan melalui tali penonda (drifting line).
  3. Penyusunan kelompok (contohnya ada 20 buah bubu) : 10 buah diikatkan pada ujung tali penonda terakhir, kelompok berikutnya terdiri dari 8 buah dan selanjutnya 4 buah lalu disambung dengan tali penonda yang langsung diikat dengan perahu penangkap dan diulur sampai + antara 60-150 m.
Bubu Jermal
Pada bubu jermal, operasi penangkapan dilakukan dengan menekan galah yang terdapat pada kanan/kiri mulut jaring ke bawah sampai di dasar sehingga mulut kantung jaring terbuka. Bubu kemudian diangkat setelah dibiarkan 20-30 menit. Pengambilan hasil tangkapan dilakukan dengan menutup mulut jaring dengan cara mengangkat bibir bawah ke atas, kemudian diikuti mengangkat bagian-bagian tengah kantong melalui katrol-katrol. Pengambilan hasil dilakukan dengan membuka ikatan tali pada ujung belakang kantong.
Bubu Ambai
Penangkapan dengan bubu ambai dilakukan pada waktu air pasang maupun surut.  Arah dari mulut jaring dapat dibolak-balik dihadapkan darimana datangnya arus.  Setelah 15-20 dari pemasangan, dapat dilakukan pengambilan hasil, yaitu dengan  mengangkat bagian bawah mulut ke permukaan air dengan mempertemukan bibir  atas dan bawah. Demikian seterusnya dilakukan hingga seluruh deretan ambai selesai dikerjakan, kemudian dilakukan pembukaan tali-tali pengikat pada ujung belakang  kantung. Operasi penangkapan dilakukan 2-3 orang untuk tiap kali penangkapan,  tergantung banyak sedikitnya unit atau jaring yang dipakai.
Bubu Apolo
Pengoperasian bubu apolo dilakukan baik siang ataupun malam hari pada waktu  air pasang maupun surut. Pengoperasian apolo ini memerlukan 2-3 orang. Tempat  melakukan operasi penangkapan, yakni 1-2 mil dari pantai.

G. Hal-hal Yang Mempengaruhi Penangkapan
Dalam setiap operasi penangkapan nelayan harus memperhatikan hal-hal yang mungkin akan mempengaruhi hasil tangkapannya.Antara lain factor adanya lampu  sebagai alat bantu atau mungkin rumpon.Selain hal tersebut diatas perlu  diperhatikan efektifitas penangkapan,sehingga perlu adanya perkiraan hari danhitungan bulan(apakah ini termasuk bulan terang ataukah termasuk bulan mati)
Bubu Dasar Bubu dasar dapat terbuat dari anyaman bambu (bamboo netting), anyaman rotan (rattan netting) dan anyaman kawat (wire netting) dengan derican berbagai macam bentuk (Gambar 4.9). Dalam pengoperasiannya dapat memakai umpan atau tanpa umpan.


Gambar. Alat tangkap bubu
 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdpuQhAMqdruXT802rIPpQpIeeOcRicyJPD-tKnrxKioLvbwMgGlJNcEjizgCYi_JtDxP79LL9g3ACZuYtsDizv0nTCYp6YIXk9G1hZH9qrEvWx82V3bHLY5tuU2RvifSLJM0D7QJBxgxF/s200/Untitled.jpg



http://ataplaut.files.wordpress.com/2011/07/img_3674.jpg?w=300&h=225Bubu dasar di perairan Alor
Gambar. Alat tangkap bubu
 
Alat tangkap bubu merupakan alat tangkap yang bersifat pasif yang memanfaatkan kebodohan ikan dengan sistem jebakan, kontruksi bubu mendukung selektifitas target tangkapan dengan disesuaikan dengan besaran lubang bubunya. Sebenarnya ada beberapa jenis bubu yang dikenal di seantaro negara ini, namun berdasarkan cara menggunakannya dapat dibedakan menjadi bubu dasar (ground fish pots), bubu apung (floating  fish pots)  dan bubu hanyut (drifting fish pots).  Cara penggunaannya sesuai namanya toh..ya di nalar sendiri lah ^^!.
Gambar. Pembuatan bubu
 
Yang akan saya bahas cuman 1 jenis bubu aja, yaitu bubu dasar yang biasa digunakan oleh nelayan di kepulauan Alor ini. Umumnya bubu dibuat sendiri oleh nelayan yang bersangkutan dengan bahan bambu, atau ada juga nelayan yang berbisnis bubu dan dijual ke nelayan lain yang ga pengen repot. Bubu di Alor rata-rata berbentuk silinder.Bubu diletakan disekitar daerah karang, ya.. m emang nelayan menargetkan ikan karang konsumsi, tapi sepanjang yang gue liat ketika menyelam, lebih banyak ikan hias yang tertangkap deh dibandingkan ikan target konsumsi. Apa disini pengertian ikan target konsumsi beda ya –!.
Bubu menjebak ikan apapun yang berukuran pintu masuknya, ikan buntal, kepe-kepe, anthias, surgeon fish aja masuk..dan disini tetep dimakan loh..dmakan kepe-kepe dah kaya makan kripik aja ye. Well, selama itu menjadi konsumsi lokal..aman lah…tidak signifikan mempengaruhi kondisi perikanan. Namun yang menjadi perdebatan justru bukan dari hasil tangkapannya, tapi cara peletakan bubunya. Bahannya yang ringan membuat bubu perlu bantuan pemberat atau penyangga, supaya posisinya stabil didaerah karang, kemudian peletakannnya juga didaerah karang, rawan sekali mematahkan karang. Nelayan yang malas umumnya menggunakan karang sebagai pemberat dan penyangga bubu, mereka mengambilnya langsung ketika memasang bubu, dan meletakkannya ditempat yang ikan targetnya banyak. Yaaa biasanya didaerah karang yang bagus. Walhasil meletakan bubu diatas karang sehat . Diatas karang bercabang pula.
Kemudian dari sisi pengambilan bubunya sendiri juga ada yang sangat merusak, mereka menarik bubu dengan tali dari permukaan. Padahal bubu didaerah karang, baik kalo menariknya secara vertikal dari permukaan,nah ini biasanya dikarenakan arus dan berbagai hal. Mereka menarik bubu mematahkan karang yang dilewatinya..sadisss..
Gambar. Pengoperasian bubu dasar/ bottom trap operation
 
http://ataplaut.files.wordpress.com/2011/07/bubu-gabungan.jpg?w=500&h=238
Kabar baiknya, dibeberapa desa di pulau-pulau sepanjang selat Pantar, Kabupaten Alor. Sudah menyadari hal tersebut, bahkan yang menjelaskan ke saya seorang ibu-ibu dari Pulau Pura yang senantiasa menemani suaminya memasang bubu tentang caranya meletakan bubu. Mereka saat ini menggunakan batu dari daratan sebagai pemberat bubu, dan memasangnya didaerah karang mati. Kalaupun tidak ada karang mati ya dipasang lebih dalam didaerah pasir. Briliant.
Di desa Maru, pulau Pura bahkan mempunyai aturan desa dalam pengaturan peletakan bubu, mereka membagi daerah peletakan bubu dengan daerah penggunaan jaring insang. Ini lebih kearah solutif dalam menangani pembagian lahan berdasarkan alat tangkap saja sih, tapi intinya secara tidak langsung mereka menyadari pentingnya menjaga karang demi hasil tangkapan harian mereka. Kearifan lokal seperti ini yang seharusnya ditiru didaerah lain (YG).